Selasa, 07 Februari 2012

KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA PADA ERE INI


KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA PADA ERA INI
1.1 Latar Belakang Masalah
Di dalam sejarahnya, bahasa Indonesia telah berkembang cukup menarik. Bahasa Indonesia yang tadinya hanya merupakan bahasa Melayu dengan pendukung yang sangat kecil telah berkembang menjadi bahasa Indenesia yang besar. Bahasa ini telah menjadi bahasa lebih dari 200 juta rakyat di Nusantara Indonesia. Sebagian besar di antaranya juga telah menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama. Bahasa Indonesia yang tadinya berkembang dari bahasa Melayu itu telah “menggusur” sejumlah bahasa local (etnis) yang kecil. Bahasa Indonesia yng semulanya berasal dari bahasa Melayu itu bahkan juga menggeser dan menggoyahkan bahasa etnis-etnis yang cukup besar, seperti bahasa Jawa dan bahasa Sunda. Bahasa Indonesia telah menjadi bahasa dari masyarakat baru yang bernama masyarakat Indonesia. Di dalam persaingannya untuk merebut pasar kerja, bahasa Indonesia telah mengalahkan bahasa-bahasa daerah yang ada di Indonesia. Bahasa Indonesia juga telah tumbuh dan berkembang menjadi bahasa yang modern pula.
Perkembangan yang demikian akan terus berlanjut. Perkembangan tersebut akan banyak ditentukan oleh tingkat kemajuan masyarakat dan peran yang strategis dari masyarakat dan kawasan ini di masa depan. Diramalkan bahwa masyarakat kawasn ini, yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, Brunai Darussalam, dan Filipina akan menjadi salah satu global-tribe yang penting di dunia. Jika itu terjadi, bahasa Indonesia (lebih jauh bahasa Melayu) juga akan menjadi bahasa yang lebih bersifat global. Proses globalisasi bahasa Melayu (baru) untu kawasan Nusantara, dan bahasa-bahasa Melayu untuk kawawsan Asia pasifik (mungkin termasuk Australia) menjadi tak terelakkan. Peran kawasan ini (termasuk masyarakatnya, tentu saja) sebagai kekuatan ekonomi, industri dan ilmu pengetahuan yang baru di dunia, akan menentukn pula bagaimana perkembangan bahasa Indonesia (dan bahasa Melayu) modern. Bahasa dan sastra Indonesia sudah semenjak lama memiliki tradisi cosmopolitan. Sastra modern Indonesia telah menggeser dan menggusur sastra tradisi yang ada diberbagai etnis yang ada d Nusantara.
Perubahan yang terjadi itu tidak hanya menyangkut masalah struktur dan bahasa, tetapi lebih jauh mengungkapkan permasalahan manusia baru (atau lebih tepat manusia marginal dan tradisipnal) yang dialami manusia di dalam sebuah proses perubahan. Lihatlah tokoh-tokoh dalam raoman dan novel Indonesia. Lihatlah tokoh Siti Nurbaya di dalam roman Siti Nurbaya, tokoh Zainudin di dalam roman Tenggelamnya kapar Van Der Wijck, tokoh Hanafi di dalam roman Salah Asuhan, tokh Tini, dan Tono di dalam novel Belenggu, sampai kepada tokoh Lantip di dalam roman Priyayi. Mereka adalah tokoh-tokoh yang berusaha masuk ke dunia yang baru, dunia yang global dengan tertatih-tatih.
Dengan demikian, sastra Indonesia (dan Melayu) modern padahakikatnya adalah sastra yang berada pada jalur yang mengglobal itu. Sebagaimana dengan perkembangan bahasa Indonesia, sastra Indonesia tidak ada masalah dalam globalisasi karena ia memangbersaa di dalamnya. Yang menjadi soal adalah bagaimana menjadikan bahasa dan sastra itu memiliki posisi yang kuat di tengah-tengah masyarakatnya. Atau lebih jauh, bagaimana langkah untuk menjadikan masyarakatnya memilikui posisi kuat di tengah-tengah masyarakat dunia (lainnya).





1.2 Rumusan Masalah
a)      Bagaimana proses perkembangan bahasa indonesia di era moderen?
b)     Bagai mana sejarah bahasa indonesia?
c)      Kapan bahasa indonesia lahir?
d)     Bagaimana sikap mahsiswa menyikapi pergembangan jaman dalam berbahasa?
e)      Masih adakan mahasiswa yang menggunakan bahasa indonesia dengan baik dan benar sesuai aturan?
1.3 Manfaat
a)       












BAB    II
TINJAUAN PUSTAKA
               Memasuki era globalisasi dan teknologi informasi, bahasa Indonesia tidak saja dilihat sebagai aset kebudayaan melainkan merupakan sarana perhubungan dan aset di bidang ekonomi, politik, dan strategi hubungan global, misalnya semakin dipelajarinya bahasa Indonesia di Jepang, Australia, Amerika, dll. Dengan demikian bahasa Indonesia telah menjadi bahasa kedua  di negara-negara berbahasa asing yang dipelajari dan diajarkan, khususnya untuk kepentingan politik, ekonomi dan pengembangan hubungan global. Untuk itulah yang perlu dipertanyakan kembali, apakah orang asing yang belajar bahasa Indonesia, hanya belajar bahasa sebagai ilmu bahasa (linguistik) dan untuk kepentingan berkomunikasi dengan penduduk penutur bahasa Indonesia.
              
               Kenyataan secara asumtif masih demikian, bahasa Indonesia diajarkan dalam bentuk aturan-aturan linguistik tanpa melihat bahwa keberagaman suku bangsa di Indonesia menyebabkan nilai rasa dan aspek rohaniah masyarakat mempengaruhi bentuk dan makna bahasa Indonesia yang diucapkan. Untuk itu perlu sekali penutur bahasa asing yang belajar bahasa Indonesia harus mempelajari juga aspek psikologis masyarakat Indonesia. Pemahaman aspek kebudayaan dan psikologi masyarakat dan kaitannya dengan berbahasa Indonesia perlu dikenalkan dan diajarkan kepada penutur asing yang sedang belajar bahasa Indonesia.

               Secara historis telah diketahui bahwa bahasa Indonesia dijadikan sebagai bahasa nasional sejak Sumpah Pemuda 1928 yang menyatakan “ Kami Bangsa Indonesia mengaku Berbahasa yang Satu Bahasa Indonesia”. Padahal bahasa Indonesia yang dinyatakan sebagai bahasa persatuan merupakan salah satu bahasa daerah di Nusantara yaitu bahasa Melayu, sedangkan di luar daerah berbahasa Melayu, masih banyak bahasa daerah lain yang kalau dilihat dari sejarah kebudayaan, sastra dan penuturnya lebih besar, seperti bahasa Jawa, dll. Oleh karena itulah secara psikologis,  terdorong oleh sifat nasionalisme yang tinggi serta “beberapa kearifan lokal” menjadikan suku-suku lain menerima bahasa Melayu sebagai bahasa nasional dengan nama Bahasa Indonesia. Dalam perkembangannya Bahasa Indonesia dijadikan bahasa resmi, bahasa negara dan bahasa  nasional dan dikukuhkan dalam UUD 1945 pasal 36.

              
               Dalam pertumbuhannya, bahasa Indonesia digunakan sebagai alat komunikasi antarpenduduk, antarsuku bangsa, yang sudah tentu memiliki latar belakang sosio-kultural yang beragam. Akibatnya bahasa Indonesia yang dituturkan oleh penutur dari Jawa berbeda dengan penutur dari Sunda, Madura, Batak, Bali, Melayu, Irian, Makassar, dll. Persamaan akar bangsa memungkinkan “toleransi pemahaman dan pemaknaan”. Selain itu karena faktor politik, seperti yang terjadi pada masa Orde Baru, yang lebih “berbau” Jawa, karena Pak Harto orang Jawa, berpengaruh terhadap kosa kata sampai pada penamaan gedung-gedung pemerintah dan istilah politik. Suku lain meskipun sulit untuk melafalkan, masih mudah (berusaha) untuk memahami. Persoalan yang timbul bagaimana kalau bahasa Indonesia ini dituturkan oleh penutur asing? Meskipun secara tatabahasa mungkin dapat dipelajari tetapi bagaimana dengan makna yang tersirat yang berhubungan dengan psikologis masyarakat Indonesia yang multikultural dan majemuk? Terlebih bagaimana implikasi pembelajaran BIPA (Bahasa  Indonesia Penutur Asing), apakah cukup mengenalkan aspek linguistiknya saja? Tentunya tidak. Perlu pemahaman psikologi masyarakat majemuk Indonesia melalui pendekatan silang budaya. Pendekatan silang budaya sebagai pencitraan budaya Indonesia.

Bahasa Indonesia adalah bahasa bahasa resmi Republik Indonesia. Hampir seluruh rakyat Indonesia menggunakan Bahasa Indonesia, selain bahasa daerah seperti bahasa jawa atau bahasa sunda. Pada tahun 1945 Bahasa Indonesia diresmikan setelah Indonesia mencapai kemerdekaan daripada pihak Belanda. Bahasa Indonesia adalah bahasa dinamik yang terus menyerap kata-kata daripada bahasa-bahasa asing. Fonologi dan tatabahasa Bahasa Indonesia cukuplah mudah, dan dasar-dasar penting untuk komunikasi asas dapat dipelajari hanya dalam waktu beberapa minggu. Bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar (lingua franca)untuk pendidikan di sekolah-sekolah Indonesia.
Secara historis Bahasa Indonesia merupakan varian bahasa melayu yang juga digunakan di wilayah Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, bagian selatan Thailand, bagian selatan Filipina, dan beberapa tempat di Afrika Selatan. Bahasa melayu pertama kali diangkat menjadi bahasa persatuan di Indonesia pada 28 Oktober 1928 dalam peristiwa yang disebut Sumpah Pemuda. Sejak saat itu, bahasa melayu yang digunakan di wilayah Indonesia sekarang mulai dinamai Bahasa Indonesia.

Sebenarnya bahasa melayu bukan bahasa terbesar yang digunakan di Indonesia. Bahasa Jawalah yang merupakan bahasa terbesar dari segi pemakainya pada saat itu. Namun, bahasa melayu dipilih sebagai bahasa Indonesia karena bahasa ini sudah menjadi lingua franca atau bahasa pengantar di wilayah Indonesia dan Asia Tenggara sejak ribuan tahun lalu. Salah satu buktinya adalah catatan inskripsi di Sojomerto, Jawa Tengah yang menggunakan bahasa Melayu kuna. Inskripsi ini tidak bertahun, tetapi menurut estimasi ahli dibuat pada pertengahan abad 7. Ini menunjukkan bahwa bahasa Melayu pun sudah dikenal di Pulau Jawa sejak ribuan tahun lalu.
1.                  Keadaan Sosial Budaya Indonesia

               Secara spesifik keadaan sosial budaya Indonesia sangat kompleks, mengingat  penduduk Indonesia kurang lebih sudah di atas 200 juta dalam 30 kesatuan suku bangsa. Oleh karena itu pada bagian ini akan dibicarakan keadaan sosial budaya Indonesia dalam garis besar. Kesatuan politis Negara Kesatuan Republik Indonesia  terdiri atas 6000 buah pulau yang terhuni dari  jumlah keseluruhan sekitar 13.667 buah pulau. Dapat dibayangkan bahwa bahasa Indonesia yang dijadikan sebagai bahasa nasional belum tentu  sudah tersosialisasikan pada 6000 pulau tersebut, mengingat sebagian besar bermukim di pedesaan. Hanya 10-15% penduduk Indonesia yang bermukim di daerah urban. Indonesia sudah tentu bukan hanya Jawa dan Bali saja, karena kenyataan Jawa mencakup 8% penduduk urban. Sementara itu bahasa Indonesia masih dapat dikatakan sebagai “bahasa bagi kaum terdidik/sekolah” pada daerah-daerah yang  tidak berbahasa ibu bahasa Indonesia. Bagaimana dengan yang lain? Sementara ada orang asing pada tahun 1998 sangat kebingungan mengartikan kata lengser keprabon yang dalam Kamus Bahasa Indonesia belum tercantum, sedangkan untuk mengartikan lengser keprabon tidak sekedar pengertian definitif dalam semantik bahasa Indonesia. Lengser keprabon (yang sekarang sudah dianggap bahasa Indonesia, seperti dengan kata lain seperti “legawa”)  harus dipahami dalam perspektif sejarah kebudayaan dan sistem politik Jawa. Oleh karena itu dengan mempelajari aspek psikologis budaya Jawa, penutur asing dapat memahami makna sebenarnya kata “Lengser Keprabon”.  Contoh lain, seperti kata “ Gemah Ripah Loh Jinawi” yang sering digunakan dalam kosa kata bahasa Indonesia yang menggambarkan kesuburan Indonesia, antara penutur Jawa dan Sunda memiliki konsep yang berbeda. Dalam konsep Jawa “Gemah Ripah Loh Jinawi, Subur kang Sarwa Tinandur, Murah kang Sarwa Tinuku, Tata Tentrem Kerta Raharja”, sementara saudara-saudara dari Sunda mengekspresikan dalam “ Tata Tentrem Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi , Rea Ketan Rea Keton Buncir Leuit Loba Duit” yang artinya saudara dari suku Sunda yang lebih memahami. Sementara itu di Sumatera Barat dengan adat Minangkabau yang didalamnya terdapat suatu sistem yang sempurna dan bulat, dalam berbahasa sangat memperhatikan raso, pareso, malu dan sopan, sehingga bahasa Indonesia yang dituturkannya pun sangat terkait dengan psikologi budaya Minangkabau.       
      Demikianlah, Indonesia sebagai sebuah “nation state” yang menurut Benedict Anderson merupakan sebuah imajinasi. Kenyataan di dalam “nation state” terdapat  komunitas dalam kemajemukan (heterogeneity), perbedaan (diversity). Dengan demikian bahasa Indonesia merupakan suatu pengertian tanda budaya yang didalamnya penuh dengan perbedaan (hibriditas). Hampir sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di daerah “rural” sehingga budaya heterogen pedesaan sangat mewarnai pola tutur bahasa Indonesia. Kenyataan menunjukkan tidak semua masyarakat Indonesia hidup di daerah industri dan berperan sebagai masyarakat industrial, masyarakat informatif, dan bagian dari masyarakat global.






















PENGERTIAN SASTRA
2.1      Pengertian Sastra         
Sastra (sansakerta : shastra) merupakan kata serapan dari bahasa sansakerta Sastra, yang berarti “teks yang yang mengandung intruksi” atau “pedoman”, dari kata dasar Sas- yang berarti “intruksi” atau “ajaran”. Dalam bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada “kesusastraan” atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu.
Selain dalam arti esusatraan. Sastra biasa dibagi menjadi sasta tertulis atau sastra lisan (sastra oral). Sasta tidak banyak berhubungan dengan tulisan, tetapi dengan bahasa yang dijadikan wahana untuk mengeksplorasi pengalaman atau pemikiran.

2.2      Fungsi Sastra
Dalam kehidupan masyarakat sastra memilik beberapa fungsi, yaitu:
-          Fungsi rekreatif, yaitu sastra dapat memberikan hiburan yang menyenengkan bagi pembacanya.
-          Fungsi didaktif, yaitu sastra mampu mengaarhkan atau mendidik pembaacanya karena nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang terkandung didalamnya.
-          Fungsi estetis, yaitu sastra mampu memberikan keindahan bagi pembacanya.
-          Fungsi moralitas, yaitu sastra mampu memberikan pengetahuan kepada pembaca sehinggatahu moral yang baik danburuk, karena satra yang baik selalu mengandung moral yang inggi.
-          Fungsi religius, yaitu sastra menghasilkan karya-karya yang mengandung ajaran-ajaran agama yang dapat diteladani para pembaca sasra.


BAB III
RAGAM
Pantun
Pantun merupakan salah satu jenis puisilama yang sangan luas dikenal dalam bahasa-bahasa Nusantara. Dalam bahas Jawa, misalnya dikenal parikan dan dalam bahasa sunda dikenal sebagai paparikan. Pantun terdiri atas empat larik (empat baris bila dituliskan), bersajak akhir dengan pola a-b-a-b (tidak boleh a-a-a-a). Pantun pada umumnya merupakan sastra lisan namun sekarang dijympai juga pantun tertulis. Semua bentuk pantun terdiri atas dua bagian sampiran dan isi. Sampiran adalah dua baris pertama, kerap kali berkaitan dengan alam dan biasanya tak punya hubungan dengan bagian kedua yang menyampaikan maksud selain untuk mengantarkan rima/dajak. Dua baris terahir adalah isi, yang merupakan isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut. Contoh:
                    Banyak orang pandei berkitab
                    Sedikit saja pandai bersyair
                    Banyak orang pandai berakap
                    Sedikit saja pandai berfikir

3.1      Puisi
Puisi (dari bahasa Yunani Kuno :                                                 ) adalah seni tertulis dimana bahasa digunakan untuk kualitas estetiknya untuk tambahan. Penekanan pada segi estetik. Suatu bahasa dan penggunaan sengaja pengulangan, meter dan rima adalah yang membedakan puisi dari prosa. Namun perbedaan ini masih diperdebatkan. Menurut beberapa ahli modern mendefinisikan puisi tidak sebagai jenis literature tapi sebagai perwujudan imajinasi manusia, yang menjadi sumber segala kreativitas. Contoh puisi:
Aku
Chairil Anwar

Kalau sampai waktuku
Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bias kubawa lari
Berlari
Hingga hilang pedih perih
Dan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hijdup seribu tahun lagi

3.2      Sajak
Sajak adalah persamaan bunyi. Persamaan yang terdapat pada kalimat atau perkataan, di awal, di tengah, dan di akhir perkataan. Walaupun sajak bukan menjadi syarat khusus bagi sesuatu puisi lama, tetapi pengaruhnya sangat mengikat kepada baentukdan pilihan kata dalam puisi itu. Sajak terbagi enam jenis;
a.       Sajak Awal
Ialah persamaan bunyi yang terdaspat pada awal kalimat, seperti pantun berikut:
Kalau tidak karena bulan
Tidaklah bintang meninggi hari
Kalau tidak karena tuan
Tidaklah saya sampai kemari
b.      Sajak Tengah
Persamaan yang terdapat di tengan kalimat, seperti:
Guruh petus penuba limbat
Ikan lumba berenang-renang
Tujuh ratus jadikan ubat
Badan berjumpa maka senang
                                                                          (Dr. mandahk)
c.       Sajak Akhir
Sajak yang terdapat pada akhir kalimat. Sajak ini terdapat hamper pada segala puisi lama dan puisi baru. Misalnya:
Berdiri aku di tepi pantai
Memandang lepas ke tengah laut
Ombak pulang peceh berderai
Keribaan pasar rindu berpaut
                                                                                (Amir Hamzah)
d.      Asonansi
Persamaan bunyi hujruf hidup (voksal) yang terdapat dalam perkataan atau kalimat. Misalnya:
Kini kami bertikai pangkai
Diantara dua mana mutiara
Jauhari ahli lalai menilai
Lengahlangsung melewat abad
e.       Sejak Sempurna
Dalam memilih perkataan untuk mencapai perasamaan bunyi, tiadalah selalu bunyi itu jatuh yang sempurna pada suara yang sama, ada yang mirip dan ada yang benar-benar tepat. Yang tepat disebut sajak sempurna:
Gabak hari awan pun mendung
Pandan terkulai menderita
Sejakmati ayah kandung
Makan berrhurai air mata
f.       Sajak Tak Sempurna
Hanya bunyinya saja yang hamper bersamaan, seperti:
Uncang buruk tak tertali
Kian kemari bergantung-gantung
Bujang buruk tak berbini
Kian kemari meraung-raung
3.3      Peribahasa
Peribahasa ialah bentuk pengucapan yang banyak dijumpaidalam kesusastraan lama. Peribahasa banyak digunakan dalam kehidupan seharian orang pada masa dulu. Bila diselidiki isi dan jiwa yang terkandung dalam peribahasa itu, banyak bahan yang diambil dari sejarah, social, dan peri kehidupan mereka di zaman lampau itu. Misalnya, sekali air bah, sekali tepian berubah. Selain itu pribahasa yang seing digunakan hingga kini ialah dimana bumi dipjak disitu langit dijunjung. Peribahasa masih hidup dalam pergaulan sehari-hari dan banyak terdapat buku dan roman-roman baru

3.4      Majas/Gaya Bahasa
Majas adalah gaya bahasa dalam bentuk tulisan maupun lisan yang dipakai dalam suatu karangan yang bertujuan untuk mewakili perasaan dan pikiran dari pengarang. Majas dibagi menjadi beberapa macam, yakni majas perulangan, pertentangan, perbandingan dan pertautan.

BAB    IV
PERKEMBANGAN SASTRA

4.1      Pujangga Lama
Karya sastra yang dihasilkan sebelum abad ke-20. pada masa ini karya sastra di Indonesia di dominasi oleh syair, pantun, gurundam, dan hikayat.
Karya sastra pujangga lama;
-          Hikayat Abdulah
-          Hikayat Andekan Penurat
-          Hikayat Bayan Budiman
-          Hikayat Hang Tuah
-          Hikayat Kadirun

4.2      Sastra Melayu Lama
Karya sastra Indonesia yang dihasilkan antara tahun 1870 – 1942, yang berkembang di lingkungan masyarakat sumata seperti “Langkat tapanui, Padang dan daerah Sumatra lainnya”. Karya sastra “Melayu Lama”:
-          Robinson Crusoe (terjemahan)
-          Lawan-lawan Merah
-          Mengelilingi Bumi dalam 80 hari (terjemahan)
-          Kisah Pelayaran ke Pulau Kalimantan
-          Cerita Nyai Sarikem
-          Nyai Dasima oleh G. Francid (Indo)
Dan masih ada sekitar 3000 judu arya sastra Melayu Lama lainnya.

4.3      Angkatan Balai Pustaka
Karya sastra di Indonesia sejak tahu 1920-1950, yang dipelopori oleh penerbit balai pustaka. Balai pustaka di dirikan pada masa itu untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah yang banyak menyoroti kehidupan cabul dan dianggap memiliki politis (liar)
Pengarang dan karya sastra angkatan Balai Pusataka:
·         Abdu Muis
              Pertemuah Jodoh (1964)
              Salah Asuhan
              Surapati (1950)
·         Merari Siregar
              Azab dan Sengsara: kisah kehidupan seorang gadis (1921)
              Binasa Kerna gadis Priang! (1931)
·         Marah Rusli
              Siti Nurbaya
              Anak dan Kemenakan
·         Nur Sutan Iskandar
              Katak hendak menjadi lembu (1935)
              Hulubalang Raja (1961)
·         Tulis Sutan Sati
              Sengsara Membawa Nimat (1928)
              Memutuskan pertalian (1978)
·         Sutan Takdir Aisjahbana
              Dian yang tak kunjung padam (1948)
              Anak Perawan di Sarah penjamuan (1963)
·         Hamka
              Di bawah lindungan ka’bah (1938)
              Di dalam lembah Kehidupan (1940)
·         Marius Ramis Dayoh
              Pahlawan Minahasa    (1957)
              Putra Budiman: Tjaritera Minahasa (1951)

4.4      Pujangga Baru
Pujangga baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadsap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutaa terhadap karaya sastra yang menyangkut rasa nasinalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra pujangga baruadalah sastra intelektual, nasionalitik dan elitis menjadi “bapak” sastra modern Indonesia.

Penulis dan karya sastra pujangga baru:
·         Sutan Takdir Alisjahbana
              Layer Terkembang (1948)
              Tebaran Mega (1963)
·         Armijn Pane
              Belenggu (1954)
              Jiwa Berjiwa
              Djinaj-djinak Merpati – Sandiwara (1950)
              Kisah Antara Manusia – Kumpulan cerpen (1953)
·         Tengku Amir Hamzah
              Nyanyi Sunyi  (1954)
              Buah Rindu (1950)
              Setanggi Timur (1939)
·         Sanusi Oane
              Pancaran Cinta (1926)
              Puspa Mega (1971)
              Madah Kelana (1931/1978)
              Sandhyakala Ning Majapahit (1971)
·         Muhammad Yamin
              Indonesia,Toempah Darah Koe! (1928)
              Kalau Dewi Tara Sudah Berkata
              Ken Arok dan Ken Dedes (1951)
·         Roestam Efendi
              Bebasari : Toneei dalam 3 pertunjukkan (19530
·         Selasih
              Kalau Ta’ Ountoeng (1933)
              Pengaruh Keadaan (1957)
·         J. E. Talengkeng
              Rindoe Dendam (1934)

4.5      Angkatan ‘45
Pengalaman hidup dan gejolak social-politik-budaya telah mewarnai karya sastrawan Ankatan ’45. karya satra angkatan ini lebih relistik disbanding karya angkatan Pujangga baru yang raomantik-idealistik.
Penulis dan karya sastra aangkatan ’45:
·         Chairil Anwar
              Kerikil Tajam (1949)
              Deru Tjampur Debu (1949)
·         Asrul Sani, Rivai ApinChairil Anwar
              Tiga Mneguak Takdir (1950)
·         Idrus
              Dari Ave Maria ke Djalan lain ke Roma (1948)
              Aki (1949)
              Perempuan dan kebangsaan
·         Pramudya Ananta Toer
              Bukan Pasir Malam (1951)
              Di Tepi Kali Bekasi (1951)
              Keluarga Geriba (1951)
              Mereka Jang Dilumpuhkan (1951)
              Peburuan (1950)
·         Mochtar Lubis
              Tidak Ada Esok (1982)
              Djalan Tak Ada Ujoung (1958)
              Si Jamal (1964)
              Harimau-Harimau! (1977)
·         Achdiat K. Mihardja
              Atheis - 1958
·         Trisno Sumardjo
              Kata Hati dan Perbuatan (1952)
·         M. Balfas
              Lingkaran-lingkaran Retak, Kumpulan Cerpen (1978)
·         Utuy Tatang Sontani
              Suling (1948)
              Tambera (19520
              Awal dan Mira- Drama satu babak (1962)
4.6      Angkatan 50-an
Angkatan 50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra kisah asuhan H.B. Jassin. Cirri angkatan ini adalah karya sastra yang didominasi dengan cerita pendek dan kumpulan puisi. Pada angkatan ini muncul gerakan komunis dikalangan sastrawan. Timbulah perpecahan dan polemic yang berkepanjangan diantara kalangan sastawan di Indonesia pada awal tahu 1960; menyebabkan mandegnya perkembangan sastra karena masuk ke dalam politik praktis dab berakhi pada tahun1965 dengan pecahnya G30S di Indonesia.
Penulis dan karya sastra angkatan 50-an
·         Ajip Rosidi
              Cari muatan
              Di tengah keluarga (1956)
              Pertemuan kembali (1960)
              Tahun-tahun kematian (1955)
·         Ali Akbar Navis
              Biang lala: kumpulan cerita pendek (1963)
              Hujan panas (1963)
·         Bokor Huta Suhu
              Datang amaam (1963)
·         Enday Rasidin
              Surat Cinta
·         NH. Dini
              Dua Dunia (1950)
              Hati Yang Damai (1960)
·         Nugroho Noto Susanto
              Hujan Kepagian (1958)
              Rasa Sajange (1961)
              Tiga kota (1956)
·         Sitor Situ Morang
              Dalam sadjak (1950)
              Djalan Mutiara kumpulan tiga sandiwara (1954)
              Pertempuran dan saldju di paris(1956)
              Surat Kertas Hidjau : Kumpulan sadjak (1953)
              Wadjah tak bernama: Kumpulan sadjak (1955)
·         Subagio sastro wardojo
              Simphoni (1957)
·         Titis basino
              Pelabuhan hati (1978)
              Dia, Hotel, Surat keputusan (cerpen) (1963)
              Lesbian (1976)
              Bukan Rumahku (1976)
              Di bumi aku bersua di langit aku bertemu (1983)
·         Trisno Juwono
              Angina laut (1958)
              Di medan perang(1962)
              Laki-laki dan mediu (1951)
·         W. S. Rendra
              Balada orang-0orang tercinta ( 1957)
              Empat kumpulan sajak (1961)
              Ia sudah bertualang dan tjerita-tjerita pendek lainnya (1963)

4.7      Angkatan 66 – 70-an
Angkatan ini ditandai dengan terbitnya majalah sastra horizon. Semangat avant-garde sangat menonjol pada angkatan ini. Banyak karya sastra pada angkatan ini yang sangat beragam dalamaliran sasta, munculnya karya sastra beraliran surrealistic, arus kesadaran, arkeup, absurd.
Karya sastra angkatan ‘66
·         Sutardji Calzoum bachri
              O
              Amuk
              Kapak
·         Abdul Hadi WM
              Laut belum pasang – (kumpulan puisi)
              Meditasi – (kumpulan puisi)
              Potret panjang seorang pengunjung pantai sanur – (kumpulan puisi)
              Tergantung pada angina – (kumpulan puisi)
              Anak laut anak angin – (kumpulan puisi)
·         Supardi Djoko Damono
              Dukamu abadi – (kumpulan puisi)
              Mata pisau dan akuarium – (kumpulan puisi)
              Perahu kertas –( kumpulan puisi)
              Sihi Hujan – (kumpulan puisi)
              Ayat-ayat Api –( kumpulan puisi)
·         Goenawan Mohamad
              Interlude
              Parikesit
              Potret seorang Penyair muda sebagai si malin kundang – (kumpulan esai)
              Misalkan kita di Sara Jevo
·         Umar Kayam
              Seribu kunang-kunang di manhattan
              Sri Sumarah dan Bawuk – (kumpulan cerita pendek)
              Pada suatu saat  di Bandar Sanggih
              Kelir Tanpa Batas
              Para Priyayi
              Jalan menikung
·         Danarto
              Godlob
              Adam Makrifat
              Berhala
·         Putu Wijaya
              Telegram
              Stasiun
              Pabrik
              Gres
              Bom
              Aduh (Drama)
              Edan (Drama)

4.8      Dasawarsa 80-an
Sastra di Indonesia pada kurun waktu setelah tahun 1980, ditandai dengan banyaknya roman percintaan, dengan sastrawan wanita yang menonjol pada masa tersebut yaitu Marga T. Majalah Horison tidak ada lagi, karya sasta Indonesia pada masa angkatan ini tersebar luas di berbaaimajalah dan penerbitan umum.

Karya sastra angkatan Dasawarsa 80-an
        Badai pasti berlalu
        Cintaku di kampus biru
        Sajak sikat gigi
        Arjuna mencari cinta
        Manusia kamar
        Karmila
Namun yang tidak boleh dilupakan, pada era 80-an ini juga tumbuh sastra yang beraliran pop 9tetai tetap sah disebut sastra, jika sastra dianggap sebagai salah satu alat komunikasi). Yaitu lahirnya sejumlah novel pouler yang dipelopori oleh Hilman dengan serial Lupus-nya.


BAB V
UNSUR INTRINSIK DAN UNSUR EKSTRINSIK

Karya sastra disusun oleh dua unsur yang menyusunnya. Dua unsur yang dimaksud iaslah unsur intrinsic dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsic ialah unsur yang menyusun sebuah karya sastra dari dalam yang mewujudkan struktur suatu karya sastra, seperti : tema tokoh dan penokohan, alur dan pengeluaran, latae dan pelataran, dan pusat pengisahan. Sedangkan unsur ekstinsik ialah unsur yang menyusun sebuah karya sastra dari luasnya menyangkut aspeksosiologi, psikologi, dan lain-lain.

5.1      Unsur Intrinsik
a.       Tema dan amanat
Tema ialah persoalan yang menduduki tempat utama dalam karya sastra. Tema mayor ialah tema yang sangat menonjol dan menjadi persoalan. Tema minor ialah tema yang tidak menonjol.
Amanat ialah pemecahan yang diberikan oleh pengarang bagi persoalan di dalam karya sastra. Amanat biasa disebut makna. Makna dibedakan menjassdi makna niatan dan makna muatan. Makna niatan ialah maknayang diniatkan oleh pengarang bagi jkarya sastra yang ditulisnya. Makna muatan ialah makna yang termuat dalam karya sastra tersebut.


b.      Tokoh dan penokohan
Tokoh ialah pelaku dalam karya sastra. Dalam karya sestra biasanya ada beberapa tokoh, namun biasnya hanya ada satu tokoh utama. Tokoh utama ialah tokoh yang sangat penting dalam mengambil peranan dalam karya sastra. Dua jenis tokoh adalah tokoh datar (flash character) dan tokohbulat (round character).
Tokoh datar ialah tokoh yang hanya menunjukka satu segi, misalnya baik saja atau buruk saja. Sejak awal sampaiu akhir cerita tokoh yang jahat akan tetap jahat. Tokoh bulat adalah tokoh yang menunjukkan berbagai segi baik buruknya, kelebihan dan kelemahannya. Jadi ada perkembangan yang terjadi pada tokoh ini. Dari segi kejiwaan dikenal ada tokoh introvert dan ekstrovent. Tokoh introvert ialah pribadi tokoh tersebut yang ditentukan oleh ketidaksadarannya. Tokoh ekstrovert ialag pribadi tokoh tersebut yang ditentukan oleh kesadarannya. Dalam karya sastra dikenal pula tokoh protagonist dan antagonis. Protagonisialah tokoh yang disukai pembaca atau penikmat sastra karena sifat-sifatnya. Antagonis ialah tokoh yang disukai pembaca atau penikmat sastra karena sifat-difatnya.
Penokohan atau perwatakan ialah teknik atau cara-cara menampilkan tokoh. Ada beberapa cara menampilkan tokoh. Cara analitik, ialah cara cara penampilan tokoh secara langsung malalui uraian pengarang. Jadi pengarang menguraikan cirri-ciri tokoh tersebut secara langsung. Cara dramatic, ialah cara mnampilkan tokoh tidak secara langsung tetapi melalui gambaran ucapan, perbuatan, dan komentar atau penilaian pelaku atau tokoh dalam suatu ceita. Dialog ialah cakapan antara seorang tokoh dengan banyak tokoh. Dualog ialah cakapan antara dua tokoh saja. Monolog ialah cakapan batin terhadap kejadian lampau dan yang sedang terjadi. Solilokui ialah bentuk cakapan batin terhadap peristiwa yang akakn terjadi.
c.       Alur dan Pengaluran
Alur disebut juga plot, yaitu rangkaian peristiwa yang memiliki hubungan sebab akibat sehingga menjadi satu kesatuan yang padu bulat, dan utuh. Alur terdiri atas beberapa bagian:
1)      Awal, yaitu pengarang mulai memperkenalkan tokoh-tokohnya.
2)      Tikaian, yaitu terjadi konflik di antara tokoh-tokoh pelaku.
3)      Gawatan atau rumitan, yaitu konflik tokoh-tokoh semakin seru.
4)      Puncak, yaitu saat puncak konflik di antara tokoh-tokhnya.
5)      Leraian, yaitu saat peristiwa konflik semakin reda dan perkembangan alur mulai terungkap.
6)      Akhir, yaitu seluruh peristiwa atau konflik telah terselesaikan.
Pengeluaran, yaitu teknik atau cara-cara menampilkan alur. Menurut kualitasnya, pengeluaran dibedakan menjadi alur erat dan alur longgar. Alur erat ialah alur yang tidak memungkinkan adanya pencabangan cerita. Alur longgar ialah alur yang memungkinkan adanya pencabangan cerita. Menurut kualitasnya, pengeluaran dibedakan menjadi alur tunggal dan alur ganda. Alur tunggal ialah alur yang hanya satu dalam karya sastra. Alur ganda ialah alur yang lebih dari satu dalam karya sastra. Dari segi urutan waktu, pengeluaran dibedakan kedalam alur lurus dan tidak lurus. Alur lurus ialah alur yang melukiskan peristiwa-peristiwa berurutan dari awal sampai akhir cerita. Alur tidak lurus ialah alur yang melukiskan tidak urut dari awal sampai akhir cerita. Alur tidak lurus bias menggunakan gerak balit (backtracking), sorot balik (fashback), atau campuran keduanya.
d.      Latar dan Pelataran
Latar disebut juga setting, yaitu tempat atau waktu terjadinya peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam sebuah karya sastra. Latar atau setting dibedakan menjadi atar material dan social. Latar material ialah lukisan latar belakang alam atau lingkungan di mana tokoh tersebut berada. Latar sosial, ialah lukjisan tatakrama tingkah laku, adapt, dan pandangan hidup. Sedangkan pelataran ialah teknik atau cara-cara menampilkan latar.
e.       Pusat Pengisahan
Pusat pengisahan ialah dari mana suatu cerita dikisahkan oleh pencerita. Pencerita di sini adalah pribadi yang diciptakan pengarang untuk menyampikan cerita. Paling tidak ada dua pusat pengisahan yaitu pencerita sebagai orang pertama dan pencerita sebagai orang ketiga. Sebagai orang pertama, pencerita duduk dan terlibat dalam cerita tersebut, biasanya sebagai aku dalam tokoh cerita. Sebagai orang ketiga , pencerita tidak terlibat dalam cerita tersebut tetapi ia duduk sebagai seorang pengamat atau dalang yang serba tahu.

f.       Karakter
Tokoh dalam cerita. Karakter dapat berupa manusia, tumbuhan maupun benda. Karakter dapat dibagi menjadi:
1.      Karakter utama: tokoh yang membawakan tema dan memegang banyak peranan dalam cerita.
2.      Karakter pembantu: tokoh yang mendamping karakter utama.
3.      Protagonis: karakter/tokoh yang mengangkat tema.
4.      Antagonis: karakter/tokoh yang memberi konflik pada tema dan biasanya berlawanan dengan karakter protagonis.m(ingat, tokoh antagonis belum tentu jahat)
5.      Karakter statis (flat/ static character): karakter yang tidak mengalami perubahan kepibadian atau cara pandang dari awal samp[ai akhir cerita.
6.      Karakter dinamis (Round/dynamic character): kasrakter yang mengalami perubahan kepribadian dan cara pandang . karakter ini biasanya dibuat semirip mungkin dengan manusia sesungguhnya, terdiri atas sifat dan kepribadian yang kompleks.
Catatan: karakter pembantu biasanya aadalah karaker statis karena tidak digambarkan secara detail oeh penulis sehingga peruybahan kepibadian dan cara pandangnya tidak pernah terlihat secara jelas.


g.      Karakterisasi
Cara penulis menggamnarkan karakter. Ada banyak cara untuk menggali penggambaran karakter, secara garis besar karakterisasi ditinjau melalui dua cara yaitu secara naratif dan dramatic. Tekniknaratif berarti karakterisasi dari tokoh dituliskan langsung oleh penulis atau narrator. Teknik daramatik dipakai ketika karakterisasi torkoh terlihat dari antara lain: penampilan fisik karakter, cara berpakaian, kata-kata yang diucapkan, dialognya dengan karakter lain, pendapat kerakter lain, dll.
h.      Konflik
Konfklik adalah pergumulan yang dialami olh karakter dalam serita dan. Konflik ini merupakan inti dari sebuah karya sastra yang pada akhirnya memberntuk plot. Ada empat macam konflik, yang dibagi dalam dua garis besar:
Konflik internal
Individu-diri sendiri: konflik ini tidak melibatkan orang lain, konflik ini ditandai dengan gejolak yang timbul dalam diri sendiri mengenai beberapa hal seperti nilai-nilai. Kekuatan karakter akan terlihat dalam usahanya menghadapi gejolak tersebut.
Konflik eksternal
Individu-individu:  onflik yang dialami dedeorang dengan orang lain.
Individu-alam: konflik yang dialami individu dengan alam. Konflik ini menggambarkan perjuangan individu dalam usahanya untuk mempertahankan diri dalam kebesaran alam.
Individu­-Lingkungan/masyarakat: konflik yang dialami individu dengan masyarakat atau lingkungan hidupnya.
i.        Symbol
Symbol digunakan untuk mewakili sesuatu yang abstrak. Contoh: burung gagak (kematian).
j.        Sudut Pandang
Sudut pandang yang dipilih penulus untuk menyampaikan ceritanya.
1.      Orang pertama: penulis berlaku sebagai karakter utama cerita, iini diutandai dengan penggunaan kata “aku”. Penggunaan teknik ini menyebabkan pembaca tidak mengetahui segala ha yang tidak diungkapkan oleh sang narrator. Keuntungan dari teknik ini dalah pembaca merasa menjadi bagian dari cerita.
2.      Orang kedua: teknik yang banyak menggunakan kata ‘kamu’ atau ‘anda’. Teknik ini jarang sipakai karena memaksa pembaca untuk mampu berperan serta dalam cerita.
3.      Orang ketiga: cerita dikisahkan mnggunakan kata ganti orang ketiga, seperti:mereka dan dia.

k.      Teknik Penggunaan Bahasa
Dalam menuangkan idenya, penulis biasa memilih kata-kata yang dipakainya sedemikian rupa sehingga segala pesannya sampai kepada pemabaca. Selain itu, teknik penggunaan bahasa yang baik juga membuat tuisan menjadi indah dan mudah dikenang. Teknik berbahasa ini misalnya menggunakan majas, idiom, dan peribahasa.

5.2      Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik sebuah karya sasta dari luarnya menyangkut aspek sosiologi, psikologi, dan lain-lain. Tidak ada sebuah karya sastra yang tumbuh otonom, tetapi selalu pastibewrhubungan secara ekstrinsik dengan luar sastra, dengan sejumlah faktor kemasyarakatan seperti tradisi sastra, kebudayaan llingkungan, pembaca sastra, serta kejiwaan mereka. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa unsur ekstrinsik ialah unsur yang membentuk karya sastra dari luar sastra itu sendiri. Untuk melakukan pendekatan terhadap unsur ekstrinsik , diperlukan bantuan ilmu-ilmu kerabat seperti sosiologi, psikologi,filsafat, dan lain-lain.
Menurut Tuhusetya (2007), sebuah karya sastra yang baik mustahil dapat menghindarkan dari dimensi kemanusiaan. Kejadia-kejadian yang terjadi dalam masyarakat pada umumnyadijadikan seumbner ilham, bagi para sastrawan untuk membuat suatu karya sastra.
Seorang sastrawan mamiliki penalaran tinggi, mata batin yang tajam, dan memiliki daya intuitif yang peka. Kelebihan-kelebihan itu jarang sekali ditemukan pada orang awam. Dalam hal ini, karya sastra yang lahir pun akan diwarnai oleh latar belakang sosiokultural yang melingkupi kehidupan sastrawannya.
Suatu keabsahan jika dalam karya sastra terdapat unsur-unsur ekstrinsik yang turut mewarnai karya sastra. Unsur-unsur ekstrinsik yang dimaksud seperti filsafat, psikologi, religi gagasan, pendapat, sikap, keyakinan, dan visi lain dari pengarang dalam memandang dunia. Karena unsur-unsur ekstrinsik itulayh yang menyebabkan karya sastra tidak mung terhindar dari amanat, tendensi, unsur mendidik, dan fatwa tentang makna kearifan hidup yang ingin disampaikan kepada pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Agni, Binar. 2009. Sastra Indonesia Lengkap. Jakarta: Hi-Fest Publishing.
Arifin, Zaenal E. 2006. Cermat Berbahasa Indonesia. Jakarta: Akedemika Pressindo.
Endraswara, Suwardi. 2008. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta: Media Presinfo.
http://21eper.multiply.com/journal/item/40/unsur-ekstrensik-dalam-puisi
http://makalahkumakalahmu.wordpress.com/home-sastra-teater-penaku-pengertian-fungsi-dan-ragam-sastra/
Mahayana, Maman S. 2007. Ekstrinsikalitas Sastra Indonesia. Jakarta:PT. Raja Grafindo persada

KATA PENGANTAR


            Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya saya dapat menyusun makalah bahasa Indonesia yang berjudul “Sastra”. Makalah ini disusun berdasarkan sebagai syarat menempuh mata kuliah bahasa Indonesia Keilmuan tahun pelajaran 2009.
            Saya menyadari masih banyak terdapat kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat saya harapkan demi perbaikan kedepannya. Akhir kata saya ucapkan terimakasih, semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.

Metro, 06 Desember 2009

Penyusun
ii

DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL.........................................................................................       i
KATA PENGANTAR......................................................................................      ii
DAFTAR ISI .....................................................................................................      iii
BAB   I   PENDAHULUAN.............................................................................      1
BAB  II   PENGERTIAN SASTRA................................................................      3
2.1          Pengertian Sastra.......................................................................      3
2.2          Fungsi Sastra..............................................................................      3
BAB III  RAGAM SASTRA............................................................................      5
3.1          Pantun........................................................................................      5
3.2          Puisi                                                                                                 5
3.3          Sajak..........................................................................................      6
3.4          Peribahasa..................................................................................      9
3.5          Majas..........................................................................................      8
BAB IV  PERKEMBANGAN SASTRA........................................................     10
4.1          Pujangga Lama..........................................................................     10
4.2          Sastra Melayu Lama..................................................................     10
4.3          Angkatan Balai Pustaka.............................................................     11
4.4         
iii
Pujangga Baru............................................................................     12
4.5          Angkatan ’45.............................................................................     14
4.6          Angkatan 50-an.........................................................................     16
4.7          Angkatan 66 – 70-an.................................................................     18
4.8          Dasawarsa 80-an........................................................................     20
BAB  V   UNSUR INTRINSIK DAN EKSTRINSIK....................................     22
5.1          Unsur Intrinsik...........................................................................     22
5.2          Unsur Ekstrinsik........................................................................     29
iv
DAFTAR PUSTAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar